(Review Buku) Senandung Talijiwo, Mengolah Keluhan Menjadi Senandung.



Sujiwo Tejo kembali merilis buku terbarunya pada April 2019. Kali ini berjudul Senandung Talijiwo. Buku ini menceritakan banyak hal seperti politik, masyarakat, dan tentu saja tidak lupa untuk bercerita tentang cinta. Dua orang tokoh utama dalam buku ini adalah Sastro dan Jendro. Sastro dan Jendro menjadi peran yang membawakan apapun cerita dalam buku ini.

Terkadang mereka menjadi sepasang kekasih, terkadang juga menjadi sebatas mantan kekasih yang sudah memiliki kehidupan masing-masing, menjadi tetangga, sampai menjadi sebatas ojek online dan penumpangnya. Jangan bingung, diantara Sastro dan Jendro, Jendro adalah seeorang perempuan. Jendrowati, namanya.

Politik

Bagian dari cerita di buku Senandung Talijiwo ini adalah isue- isue politik. Kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia diantara tahun 2018 sampai 2019. Semuanya di kemas dengan apik dan menggelitik. 

"Protes terbesar pada sesuatu bukan teriak-teriak sampai bakar-bakaran ban. Itu masih cemen. Puncak protes tertinggi  dan tersuci terhadap sesuatu adalah tak sudi lagi membicarakannya walau cuma sehuruf."( Hal; 88)


                      Baca juga: Pesan Rando Kim Untuk yang Sedang Menuju Kedewasaan

Masyarakat 

Cerita yang diperankan Sastro dan Jendro banyak juga yang berkisah tentang kondisi masyarakat saat ini. kejadian-kejadian unik yang ada di masyarakat kita, seperti seorang ibu kaya yang nyawer uang, dan beberapa kejadian menggelitik lainnya. Kalian pasti terbahak. 

"Manusia harus saling mengingatkan kepada kebaikan karena hutan, gunung, sawah dan lautan hanya bisa mengingatkan kita pada mantan." (Hal ;77)



Cinta

Meskipun cerita tentang cinta mendominasi disini, tapi jangan pikir ceritanya jadi menye-menye. Bisa dikatakan, di buku ini banyak mengungkap bagaimana semestinya mencintai dan bagaimana cinta bekerja. Ohya, cerita cintanya Sastro dan Jendro selalu membuat klepek-klepek, jadi, awas baper yahhhh!. Heheheu.

"Ternyata mencintai bukanlah cara untuk berbahagia. Mencintai tak lain cuma percobaan-percobaan kecil untuk melukai diri agar kelak tabah menghadapi luka-luka yang lebih besar, Kekasih." (Hal ;24)

"Kalau tak kita peduli , Kekasih, kulit selalu tak mau kehilangan kesempatannya untuk menjadi keriput. Demikian juga dengan umur. Kita perlu terus peduli umur dengan cara tak memperhatikannya sama sekali.  Maukah engkau menjadi saksi uban pertama dalam hidupku?." (Hal; 110) 

(Mawuuuuu), Jawabku dalam hati. Hahaha. 



Suka sekali dengan gaya penyampaian Mbah Jiwo di buku ini. Ngalir dan berisi. Ya seperti di blurb, Mbah Jiwo tidak memposisikan pembaca sebagai pembaca, tapi sebagai teman ngobrol dan buku ini benar-benar seperti obrolan yang sesekali membuatku berpikir "Oh, iya ya. Hmmm."

-----------------------

Judul Buku : Senandung Talijiwo
Penulis       :  Sujiwo Tejo
Penerbit     :  Bentang Pustaka

3 Comments

  1. Sudah lama saya mengincar buku ini tapi belum juga dieksekusi.. Setelah baca review ini kok jadi langsung pengen meminangnya :)

    BalasHapus
  2. Tampaknya menarik buku ini, ini fiksi ya? Belum pernah saya membaca buku karya Sujiwo tejo

    BalasHapus