Sejahterakan Mental dengan Hapus Stigma dan Berhenti Diskriminasi Penderita Kusta

Sejahterakan Mental dengan Hapus Stigma dan Berhenti Diskriminasi Penderita Kusta- Saat kematian Ratu Elizabeth II 8 September lalu, hampir semua media di penjuru dunia mengabarkan berita duka. 

Di samping berita duka meninggalnya pemimpin monarki terlama dalam sejarah dunia ini, ada satu berita yang juga ikut tersorot ke publik khususnya Indonesia, yaitu berita tentang Putri Diana, mantan Istri dari King Charles III.

Putri Diana dikenal sebagai Putri yang membumi dan kerap melakukan perjalanan amal. Salah satunya ke Indonesia pada tahun 1989. Saat kunjungannya ke Indonesia tersebut, Putri Diana menunjukkan hal yang tidak biasa yaitu menyalami dan duduk di sebelah pasien kusta di RS Sitanala, Banten.

Perlakuan Putri Diana tersebut membawa angin perubahan citra pada penderita kusta. Seperti yang diketahui, stigma tentang penularan kusta masih keliru dan berkembang hingga saat ini. Stigma tersebut menjadi bahan bakar diskriminasi kepada penderita kusta.

Sejahterakan Mental dengan Hapus Stigma dan Berhenti Diskriminasi Penderita Kusta

Kusta atau Lepra merupakan infeksi bakteri kronis yang menyerang jaringan kulit, saraf tepi dan saluran pernapasan. Kusta ditandai dengan mati rasa pada tungkai kaki dan diiringi dengan timbulnya lesi di kulit. 

Angka penderita kusta di Indonesia terbilang tinggi. Berdasarkan informasi yang dirilis oleh WHO (World Health Organization)  tahun 2020, kasus kusta di Indonesia menduduki peringkat ke tiga terbesar di dunia.

Kusta jika mendapat penanganan yang cepat dan tepat, umumnya tidak sampai menyebabkan kematian. Hanya saja penyakit ini dapat menimbulkan cacat fisik karena terlambat ditangani. Akibat buruknya adalah penderita kusta akan mendapatkan diskriminasi yang berdampak pada psikologisnya.

Kusta dan Kemiskinan, Berkaitankah?

Kemiskinan adalah faktor yang sering dikaitkan dengan penyakit kusta. Banyak opini yang beredar di masyarakat bahwa penderita kusta adalah orang miskin. Apakah benar demikian? 

Dilansir dari laman Detik Health, jika kita tilik dari statement yang dikeluarkan oleh dr J.P. Handoko Soewono dari Rumah Sakit Kusta Sitanala, dasar penyakit kusta adalah ekonomi. 

Penyakit kusta berkaitan dengan gizi dan ketahanan tubuh seseorang. Kusta juga merupakan salah satu dari lima penyakit yang menjadi indikator kesejahteraan suatu negara.

Dasar penyakit kusta itu ekonomi, selama belum baik ekonominya pasti penyakit kusta susah hilang. Jadi, penyakit ini terkait gizi dan ketahanan tubuh yang kalau jelek akan gampang kena,” ujar dr. Handoko.

Berdasarkan statement tersebut, bisa ditarik benang merah tentang hubungan kusta dan kemiskinan. Hemat saya, kemiskinan menjadikan orang yang mengalaminya kesulitan memprioritaskan kebutuhan.
 
Kebutuhan hidup yang mendesak dan uang yang tidak tersedia membuat orang yang mengalaminya hidup dengan apa saja yang ada. Mengonsumsi makanan yang sehat, bergizi dan bersih menjadi hal yang sulit untuk dilakukan. Makanan dan daya tahan tubuh menjadi kunci terhindarnya dari penyakit kusta.

Penyakit Menular yang Sangat Sulit Menular

Kusta adalah salah satu dari penyakit menular.  Kusta dapat menular dari percikan droplet secara terus menerus dalam waktu yang lama dari penderita kusta.  Selain dari terpapat droplet penderita, kusta juga dapat menular melalui sentuhan dengan hewan penyebar bakteri kusta, menetap di kawasan endemik kusta dan memiliki gangguan sistem kekebalan tubuh.

Namun penularan kusta amat sulit terjadi. Stigma yang berkembang di masyarakat adalah kusta akan menular dengan berjabat tangan, duduk bersama dan dari ibu kepada janinnya.

Perlu menjadi catatan adalah bakteri Lepra tidak serta merta mudah menular dari penderitanya kepada orang lain. Butuh waktu yang lama dan intens untuk tertular dan  bakteri juga membutuhkan waktu yang lama untuk berkembang biak di tubuh manusia.

Jadi jika ditinjau dari segi medis, sangat keliru stigma yang selama ini beredar di masyarakat. Sayangnya stigma ini sudah menjadi bahan bakar dari diskriminasi kepada penderita kusta.

Stigma Kusta Cerita Lama

Seperti yang sudah saya paparkan di atas, stigma yang beredar luas di masyarakat tentang penularan kusta adalah kusta akan menular dengan berjabat tangan, duduk bersama dan dari ibu kepada janinnya.

Stigma ini akhirnya menjadi bahan bakar dari diskriminasi pasien kusta. Diskriminasi berdampak pada terhambatnya akses penyembuhan kusta dan tekanan psikologis yang dialami penderitanya. Kusta akan cepat sembuh jika ditangani dengan cepat dan tepat.

Pertanyaan besarnya adalah bagaimana bisa ditangani cepat jika penderita kusta malu untuk menceritakan penyakitnya karena takut akan stigma yang beredar, terlebih stigma tersebut salah.

Salah satu penyebab dari tingginya tingkat penderita kusta di Indonesia adalah karena kusta tidak hanya menjadi sebuah penyakit dan masalah kesehatan, juga menjadi masalah sosial, ekonomi dan budaya.

Instansi pemerintah juga mulai menggalakkan untuk pendobrakan stigma tersebut. Bisa dilihat dari masifnya sosialisasi terkait stigma dan diskriminasi kepada penderita kusta. Upaya sosialisasi yang diadakan pemerintah membawa setidaknya dua misi, yaitu: 

  • Untuk menghapuskan stigma dan diskriminasi pada penderita kusta dengan menyadarkan orang-orang di sekitarnya bahwa kusta dapat disembuhkan dan tidak mudah tertular. Pengobatan yang dilakukan dengan cepat akan membantu pasien kusta untuk terhindar dari kecacatan fisik.

  • Memberikan informasi yang benar dan akurat kepada masyarakat seputar penyakit kusta dan imbauan untuk tumpas kusta dan tidak menjauhi penderitanya.

Sejahterakan Mental Penderita dengan Hapus Stigma dan Berhenti Diskriminasi Penderita Kusta

Salah satu dampak dari adanya stigma dan diskriminasi kepada penderita kusta adalah kondisi kesehatan mental yang buruk. Penderita akan merasa dirinya ditolak, dikucilkan dan diisolasi.

Selain pendampingan medis, penderita penyakit memerlukan pendampingan secara psikologis untuk mendapatkan mental yang sehat.

Mental yang sehat akan mampu mengembangkan diri dan mencapai kesejahteraan mental. American Psychological Association (APA) menjelaskan mental well-being adalah keadaan yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental, dan menjaga kualitas hidup yang baik.

Bagaimana semua aspek kesejahteraan mental tersebut bisa dicapai sedangkan masyarakat masih hidup dalam stigma dan diskriminasi kepada penderita kusta. 

Orang-orang yang terdampak perlakuan diskriminatif umumnya akan mengalami hilangnya pemenuhan hak-hak dasar sebagai manusia.

Diskriminasi tidak hanya berdampak kepada korban, tetapi juga berdampak pada pelaku. Pelaku diskriminasi akan membuat seseorang membatasi hak-hak orang lain. 

Diskriminasi menghilangkan kemanusiaan seseorang baik korban maupun pelaku.

Salah satu langkah awal untuk mewujudkan mental well-being dan meningkatnya angka kesembuhan penderita kusta adalah dengan menghapuskan stigma dan menghentikan diskriminasi.

Dua hal ini dapat dilakukan mulai dari langkah kecil seperti mempelajari tentang penyakit kusta dalam pandangan sains dan medis.

Bersama Tumpas Kusta dan Sejahtera Bersama

Untuk mewujudkan kesejahteraan dan menekan angka penderita kusta seluruh lapisan masyarakat harus bersama-sama menjalankan perannya dengan baik. 

Pemerintah dapat terus menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat tentang penyakit kusta, menjelaskan potensi menularnya dan imbauan untuk tidak menjauhi dan tidak mendiskriminasi penderita. 

Pemerintah juga harus mempertimbangkan pemberian bantuan kepada masyarakat miskin agar mampu memenuhi kebutuhan pangan yang layak, sehat dan bergizi.

Selama ini pemerintah memang sudah mengadakan banyak program untuk masyarakat miskin, namun apakah di lapangan sudah benar-benar bantuan tersalur tepat sasaran?

Masyarakat juga perlu mempelajari bagaimana penyakit kusta dan penularannya. Tidak menjauhi penderitanya dan peduli kepada sekitar. 

Jika menemukan penderita kusta di sekitar kita, sangat penting  mendorong mereka untuk berobat dan melakukan perawatan medis. Penyakit kusta akan mudah disembuhkan jika ditangani dengan cepat dan tepat. 

Referensi

http://p2p.kemkes.go.id/mari-bersama-hapuskan-stigma-dan-diskriminasi-kusta-di-masyarakat/

https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2834007/kemiskinan-dan-diskriminasi-penyebab-masih-tingginya-kusta-di-indonesia

Sumber Gambar

Google Image

25 Comments

  1. Setuju banget.. kak.. brantas semua setigma negatif..

    BalasHapus
  2. Di Makassar juga banyak pengemis-pengemis dengan kondisi kusta. Tetapi tidak mendapatkan perhatian yang layak dari pemerintah. Kadang mereka di pintu keluar SPBU dan lampu merah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemerintah juga belum terlalu konsen mengurangi kusta kelihatannya. Hanya beberapa lembaga terkait saja yang memeperhatikan. Semoga ke depannya segera ditangani dan diperhatikan.

      Hapus
  3. Baru tau informasi lengkap tentang kusta. Ternyata ada kaitannya dengan gizi, ya dan penularannya pun tidak mudah walau tergolong penyakit menular. Semoga bisa diberantas habis Yaa..di Indo..aman sejahtera makmur damai sentausa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak. erat kaitannya dengan gizi dan daya tahan tubuh.

      Hapus
  4. Masyaalloh bagus sekali dan sangat menginspirasi sekali kak, semangat terus berkarya kak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah berkunjung dan menjejakkan komentar Kak Duwi.

      Hapus
  5. Penderita kusta memang dulu sulit mendapat perlakuan manusiawi. Di alkitab juga ditulis kalau dulu kaum kusta ini dianggap najis. Untungnya teknologi kian berkembang sekarang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah sampai tertulis di alkitab ya Kak Putu. Berarti memang sudah lama penderita kusta mengalami pengisolasian

      Hapus
  6. Selengkap ini dan semenarik ini pembahasan seputar kusta, aku jadi banyak tau. Dan memang sih, dulu saat aku masih SD, ada seorang tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit khusus kusta, dan ya, mati-matian pengen keluar dari rumah sakit itu, karena stigma yang beredar di lingkungan bahwa penyakit kusta ini menular banget, letak rumah sakitnya juga jauuuh sekali dari pemukiman warga, jadi semakin menambah kesan bahwa semua penderita kusta harus dijauhi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih kak. Artikel ini hadir untuk membagikan sedikit pengetahuan tentang kusta dan semoga bermanfaat untuk tidak mendiskriminasi penderitanya.

      Hapus
  7. kalau sekiranya pemerintah mau mengedukasi masyarakatnya berkaitan dengan apa itu penyakit kusta, cara penularannya dan sebagainya tentu tidak akan ada diskriminasi terhadap para penderita kusta. semoga artikel artikel seperti ini bisa mengedukasi masyarakat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Benar sekali pak, sayangnya dari pemerintah sendiri belum begitu maksimal. Tetapi harus diakui, sosialisasi sudah ada diberikan oleh beberapa instansi yang terkait.

      Hapus
  8. Bener sekali, orang sakit malah menjadi parah dan gak sembuh sembuh itu biasanya karena mental yang down akibat banyak hal termasuk diskriminasi. Mental yang kuat akan berpengaruh pada semangat dan mempercepat proses penyembuhan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak. Kesembuhan berpengaruh sekali dengan kondisi mental.

      Hapus
  9. Kayaknya pemerintah tidak/belum begitu peduli dengan penyakit yang sifatnya minor dan langka. Padahal berapapun nyawa yang terancam haruslah diselamatkan.

    BalasHapus
  10. sepakat, hentikan stigma bahwa kusta adalah penyakit yang mudah sekali menular seperti flu, stigma negatif justru akan memperburuk kondisi pasien untuk sembuh

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak, stigma yang salah akan melahirkan diskriminasi. Hasilnya, kasus kusta jadi semakin sulit ditangani.

      Hapus
  11. Waah baru tau informasi lengkap tentang kusta. Memang kita harus brantas stigma negatif dengan kusta yaa! Thanks ka sudah sharing

    BalasHapus
  12. Pada prinsipnya semua manusia itu harus dihargai, bukan karena soal sehat dan sakitnya tetapi di atas dari semua itu adalah kemanusiaan. Iya kan? Hehehe

    BalasHapus
  13. Setuju, apapun penyakit sedang di derita oleh seseorang, bukan hanya penderita kista tidak boleh ada diskriminasi karena menderita suatu penyakit bukan hal yg dikehendaki oleh setiap orang. Jadi penting untuk membantu mereka memberikan pertolongan fisik bagi penyakitnya maupun mentalnya.

    BalasHapus
  14. Dari saya kecil, penyakit Kusta ini sudah ada. Memang stigma negatif harus dihilangkan agar mereka bisa sembuh juga.

    BalasHapus