Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja

 Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja- Pertama kali berkunjung ke Wistara Coffee, menghabiskan secangkir cappucino yang menjadi penutup aktivitas jalan-jalan kami sekeluarga, aku terbayang tentang betapa bebasnya aku dulu. 

Bepergian ke sana ke mari sesuka hati, langkah yang ringan dan tidak perlu banyak pertimbangan. Sekelebat rasa rindu itu muncul. Rindu dengan diriku yang dulu. Aku membatin tentang bisakah aku kembali ke Wistara sendiri? Duduk santai di depan laptop, di kelilingi dedaunan hijau nan asri. Tanpa distraksi. 

Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja

Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja


Akhirnya aku benar-benar kembali ke Wistara sendirian. Menenteng laptop dan buku bacaan dengan hati yang senang. Aku seperti menemukan diriku kembali. Meski dengan diskusi alot dengan diri sendiri yang ragu, apakah Shanum aman jika kutinggal lama. 

Mengingat Shanum akan dijaga oleh ayahnya, aku meyakinkan diri bahwa ayah Shanum juga harus memiliki momen bermain di rumah dengan Shanum, menjaganya seharian dan menghiburnya ketika menolak makan. 

Bukankah kenangan seperti itu yang akan melekat dalam hati orang tua ketika mengurus bayinya? Aku rasa, ayah juga perlu merasakan apa yang ibu rasakan di rumah. Bukan tentang balas dendam, tetapi tentang kewajiban dan bekerja sama.

Beruntung suamiku mengerti dan mengamini hal tersebut, jadi aku bisa memiliki waktu untuk diriku sendiri. Di luar rumah, dekat dengan hal-hal yang kurindukan. 

Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja

Me Time Dump di Wistara Coffee Jogja


Menjadi ibu tidak semudah yang kukira. Aku paham, menjadi ibu memang tidak gampang, namun tidak menyangka aku sampai di titik lelah dengan anak. 

Belum lagi dengan bosannya rutinitas yang setiap hari kuhadapi. Rasanya seperti mengulang kepusingan yang sama setiap harinya. 

Bukannya tidak bahagia atau tidak bersyukur, aku hanya perlu jeda untuk bisa memahami perjalanan dengan Shanum. 

Belum lagi belakangan aku merasa kegiatan yang biasa kujadikan hiburan tidak lagi menyenangkan. Sebuah tanda aku mencapai puncak kejenuhan. Meluangkan waktu berdialog dengan diri, memberi jarak dan jeda sejenak dari orang lain, terutama anak bagiku solusi konkrit untuk rasa bosanku. 

Hanya saja, terkadang aku masih merasa bersalah jika meninggalkan Shanum terlalu lama, dan merasa tidak pantas untuk mendapatkan waktu yang senggang. 

Jika teman-teman pernah berada di keadaan seperti yang sedang kualami, kuharap kalian mau berbagi cerita dan sedikit wejangan untukku di kolom komentar. Pengalaman dan wejangan kalian sangat berarti bagiku. 

See you..........

0 Comments