Keluar dari Jeratan Frustasi Eksistensial, Review Buku Wake Up, Be Awesome!
Keluar dari Jeratan Frustasi Eksistensial- Salah satu kesimpulan kecil yang saya ambil ketika selesai membaca buku berjudul Wake Up, Be Awesome! Ditulis oleh seorang blogger dan seseorang yang tertarik dengan eksistensialisme, Santy Musa.
Menjadi ibu membuat kita mempunyai banyak pilihan. Baik menjadi ibu bekerja, ibu rumah tangga, menggunakan jasa nanny untuk anak kita, ataupun kita sendiri yang mengurusnya. Perempuan tidak habis-habisnya dihadapkan dengan pilihan kompleks.
Tidak jarang pilihan yang kita buat justru menjerat kita sendiri. Terjerat dalam belenggu pilihan yang sudah kita buat terkadang memicu frustasi. Contoh saja saya, saya sudah memilih untuk menjadi full time mama untuk Shanum. Pilihan tersebut membuat saya tidak bisa bekerja di luar rumah dan ruang gerak saya terbatas.
Saya akui, terkadang muncul rasa tidak berguna, lemah, dan payah. Ketiga rasa tersebut menjadi pokok bahasan di buku ini. Buku ini berangkat dari teori eksistensial milik Viktor Frankl.
Apa sih hubungan antara pilihan hidup ibu dan teori eksistensial ini? Mari baca artikelnya sampai akhir ya.
Victor Frankl dan Penemuan Tentang Makna Hidup
Viktor Emil Frankl adalah seorang neurolog dan psikiater asal Austria. Beliau adalah pendiri Logoterapi dan analisis eksistensial. Viktor Frankl menjadi salah satu korban holocaust yang terlempar ke jaringan kamp konsentrasi dan pemusnahan Nazi.
Seperti tawanan pada umumnya, banyak yang hilang dari Frankl. Dalam salah satu bukunya yang fenomenal, Man's Search for Meaning, Frankl menuliskan bagaimana para tawanan perlahan meninggal dan kehilangan harapan hidupnya.
Frankl membagikan apa yang membuatnya kuat semasa menjadi tawanan. Rahasia yang membuat Frankl bertahan hidup adalah alasan mengapa ia harus hidup.
Ibu dan Pilihannya
Masalah perempuan memang tidak pernah sederhana. Perempuan erat dengan kompleksitas. Menjadi ibu membuka perempuan akan pilihan yang akan ia jalani. Akankah tetap bekerja meniti karier, atau membersamai anak di rumah. Akankah menggunakan jasa nanny, atau mengurus sendiri anaknya.
Pilihan tersebut tidak usah dikomentari dengan pedas, apalagi dijadikan perdebatan. Kehidupan setiap ibu berbeda dan kondisinya pun berbeda.
Lalu, bagaimana jika ibu meragukan pilihannya? Atau terbesit rasa salah akan pilihannya? Jika itu terjadi, maka segeralah cari alasan mengapa ibu memilih hal tersebut. Buku ini memang banyak membahas dari sudut pandang seorang stay at home mommy.
Di mana seorang ibu rumah tangga merasa tidak berdaya, malu dan kosong. Sebenarnya bukan ibu rumah tangga saja yang merasakan tiga hal tersebut, ibu bekerja juga bisa merasakannya.
Karena semua ibu dapat merasakan kehampaan tersebut, maka jangan saling menyakiti dengan menetapkan standar milikmu kepada ibu lain. Hargai pilihan mereka.
Jika terlanjur mengalami frustasi eksistensial seperti di atas, maka segera bercerita dengan orang yang dipercaya dan segera temukan makna hidup dari pilihan tersebut.
Kekuatan batin manusia mampu mengubah takdir lahiriahnya. - Viktor Frankl.
Buku ini dilengkapi dengan catatan-catatan kecil yang bisa memudahkan pembaca untuk mengingat intisari dari setiap babnya. Menurut saya, buku ini layak dibaca oleh ibu-ibu yang ingin tenang, damai dan penuh makna dalam menjalani perannya. Terlepas apa pun pilihan yang sudah ia tetapkan.
Jadi, apa makna hidup yang teman-teman temukan sepanjang perjalanan menjadi orang tua? Silakan berbagi pengalaman di kolom komentar, ya! See you....
2 Comments
Sebagai full time mommy, saya merasakan jenis perasaan itu. Tidak berguna, lemah, dan payah. Padahal sebelum menikah, saya independent woman. Namun, semua kembali lagi pada pilihan dan tujuan masing-masing. Saya hanya berharap semua yang saya lakukan untuk keluarga bisa bernilai ibadah.
BalasHapusMeski belum jadi mommy, kayaknya saya perlu baca buku ini juga. Menyiapkan mental sebagai ibu juga termasuk prepare ngga sih, Kak. Hehe
BalasHapus